Roller Coaster Quarter Life Crisis (QLC)

Quarter Life Crisis adalah salah satu fenomena yang banyak diperbincangkan di media sosial yang sangat populer di kalangan kaum milenial pada kisaran umur 20 tahunan. Quarter Life Crisis atau disebut juga dengan krisis seperempat abad adalah suatu kondisi dimana adanya rasa cemas, bingung dan ragu dengan kehidupan sehingga sering mempertanyakan identitas diri dan tujuan dari hidup ini. QLC ini terjadi seiring dengan adanya perubahan fase hidup seseorang, dimana seorang individu dari awalnya tidak memiliki beban mulai memikul beban tanggung jawab tertentu, biasanya QLC ini mulai dialami oleh seseorang ketika akan lulus dari perguruan tinggi dimana harus menghadapi kehidupan yang mandiri.

Krisis kehidupan setengah abad ini menjadi sesuatu yang menantang dengan adanya penggunaan media sosial yang sangat masif, dimana kehidupan dari seseorang dapat terlihat di media sosialnya. Ketika melihat kehidupan seseorang yang lebih sukses dan bahagia atas pencapaiannya, tanpa sadar seseorang menjadi membandingkan dirinya dengan pencapaian orang lain dan seringnya dengan proses membanding-bandingkan tersebut timbul rasa "tertinggal", apalagi jika perbandingannya adalah orang-orang yang seumuran dan satu lingkaran pertemanan. Rasa ketertinggalan tersebut bisa mengakibatkan kecemasan karena merasa diri tidak berharga, paling menderita dan pada kondisi yang ekstrem bisa menyebabkan depresi. Padahal apabila dipikirkan dengan jernih apa yang di tampilkan oleh seseorang pastinya adalah hal-hal yang baik yang sudah mengalami filter, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dibalik layar dari orang tersebut dan tantangan apa yang sedang dihadapinya. Sehingga membandingkan diri dengan pencapaian orang lain hingga merasa tidak berharga adalah hal yang tidak bijak. 

Sebagai seseorang yang berada di rentang umur QLC, aku pribadi juga mengalami beberapa kekhawatiran yang sering dialami oleh orang-orang yang sedang berada pada fase tersebut. Kekhawatiran tersebut diantaranya adalah tentang personal identity (identitas diri), job and skill (pekerjaan dan keahlian), financial (finasial), education (pendidikan) dan married and relationship (hubungan dan pernikahan) dan hal lainnya. Pada tulisan ini aku ingin sharing mengenai hal tersebut:

Personal Identity

Biasanya QLC dimulai dengan menanyakan identitas diri, hal yang umum dipertanyakan adalah untuk apa kita ada didunia, tujuan hidup didunia ini apa dan value apa yang kita pegang. Pertanyaan tersebut seringkali dipertanyakan dan seringnya kita masih bingung dengan pertanyaan tersebut. Padahal sebagai seorang muslim, Allah sudah menjelaskan dengan jelas untuk apa manusia diciptakan di bumi ini, tujuan dari penciptaan manusia dan pedoman apa yang harus dipegang oleh manusia itu sendiri. Perasaan kekhawatiran mengenai personal identity itu bisa jadi karena kurangnya mengenal Allah dan islam, tidak mengenal agama islam itu sendiri sehingga bingung berkepanjangan. Maka salahsatu solusi untuk menemukan personal identity ini adalah mengenal islam lebih dalam lagi dan mempelajarinya secara terus menerus. Memang kita semua pasti sudah mengetahui tujuan penciptaaan manusia itu sebagai khalifah atau pemimpin dimuka bumi, berada di dunia ini adalah untuk beribadah dan value yang kita pegang harus berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Namun, pengaplikasian dari jawaban pertanyaan tersebut tidaklah mudah, perlu adanya keimanan dimana ada kerja keras untuk mengenal islam lebih dalam secara terus menerus sepanjang hayat. 

Job & Skill

Ketika lulus dari kuliah, saya bukan salah satu orang yang ketika lulus langsung mendapatkan pekerjaan. Kata orang-orang lulus dari salahsatu perguruan tinggi terbaik akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang diatas rata-rata. But, unfortunatelly it didn’t happen to me. Banyak sekali kegagalan-kegagalan ketika proses mencari pekerjaan tersebut, sekurang-kurangnya ada 10 kali kegagalan dalam menjalani tes hingga akhirnya diterima di suatu perusahaan. Pertama kali memasuki dunia kerja ada perasaan kaget, karena tidak sesuai dengan ekspektasi. Maka, salah satu hal yang membuat manusia kecewa adalah apabila terlalu berekspektasi. Singkat cerita, kesempatan baik itupun datang. Alhamdulillah saya mendapatkan training ke Melbourne, Australia dengan biaya full dari perusahaan. Saya bersyukur dengan kesempatan baik tersebut karena banyak ilmu dan pelajaran yang saya dapatkan. Namun, perusahaan tempat saya bekerja tersebut tidak semulus yang dibayangkan. Maklum perusahan tersebut masih baru berdiri dan dalam tahap merintis sehingga tidak terlalu banyak pekerjaan. Sambil mengerjakan tugas utama saya diperusahan tersebut, saya juga di minta untuk membantu di divisi legal, dimana peran tersebut sangat jauh dengan hal yang saya pelajari selama ini yaitu kimia.

Sempat merasa kecewa dengan kesempatan kerja yang ada, merasa usaha dan pendidikan yang telah dijalani selama 4 tahun terasa sia-sia karena lebih banyak porsi dibidang yang sangat baru bagi saya, dimana sebelumnya saya berkuliah di jurusan kimia murni. Namun, saat itu saya memilih stay. Saat itu saya berfikir, kenapa saya tidak mencoba hal diluar zona nyaman, belajar hal yang baru, dan mencoba membuka perspektif bahwa kita bisa kok bekerja diluar jurusan kita, bahkan ini adalah kesempatan bagus karena memegang dua peran. Memang saya tidak bisa se-ahli orang yang sudah berkecimpung pada hal tersebut. Namun, selalu ada hikmah dan pelajaran yang dapat diambil.

Dari perjalanan tersebut, saya menyimpulkan dalam dunia karir, kita tidak selalu dihadapkan dengan kondisi ideal. Selalu ada ruang yang diluar kendali kita, perjalanan pendidikan tidak serta merta berbanding lurus dengan perjalanan karir, perlu adanya penerimaan dan berusaha melihat berbagai kesempatan yang ada. Aktualisasi diri dan upgrading diri secara terus menerus merupakan hal yang penting. 

Financial

Ada beberapa orang yang mungkin setelah 4 tahun bekerja di dunia corporate mendapatkan gaji yang multiple dibandingkan dengan gaji pertamanya, sehingga cukup untuk DP rumah pertama atau mobil pertama atau ada juga yang sudah sukses membangun bisnisnya. Saya pribadi belum memiliki kesempatan tersebut saat ini. Selama 4 tahun bekerja, actually saya belum ke tahap bisa membeli sesuatu yang menjadi privilege kaum milenial atau jalan-jalan keluar negeri yang menjadi tempat hits untuk foto-foto.

Namun yang saya pahami, seberapapun penghasilan yang dimiliki tidak akan menjamin hidup sejahtera apabila tidak paham bagaimana cara mengelola keuangan. Tidak sedikit orang-orang yang mendahulukan gaya hidup hingga gaji yang di dapat hanya cukup untuk memenuhi gaya hidup itu sendiri, hingga bermudah-mudah untuk berhutang demi memenuhi gaya hidup yang konsumtif. Maka kehati-hatian dalam mengelola uang yang ada merupakan kunci, bagaimana uang yang didapat bisa memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan. Sebagai seseorang yang security seeker (saya sudah menuliskan tipe kepribadian dalam keuangan klik disini), saya sangat ingin memiliki masa depan yang lebih terjamin, mencapai Financial Freedom (kebebasan finansial) yang merupakan salahsatu impian semua orang.

Untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah, diperlukan kerja keras untuk mencari rezeki yang halal, belajar bagaimana mengelola keuangan, dan mengendalikan hawa nafsu. Ini merupakan hal yang sangat harus saya pelajari. Satu lagi, dalam islam sendiri konsep dari rezeki yang dicari adalah keberkahannya bukah berapa banyaknya, bagaimana uang yang kita pakai bisa menjadi bermanfaat berkali kali lipat dan memberikan kebahagiaan bagi orang-orang yang kita cintai.

Education

Dulu ketika kuliah, cita-cita utama saya begitu lulus adalah melanjutkan pendidikan master ke luar negeri, entah itu Eropa atau Jepang. Pasti terdengar sangat idealis, alasannya memilih tempat tersebut karena saya ingin sekali merasakan bisa belajar ditempat terbaik di dunia. Untuk merealisasikan mimpi itu salahsatunya adalah dengan belajar b. Inggris dan saya mengikuti les b. Inggris kurang lebih 2 tahun. Namun, tidak sesuai yang dibayangkan sampai saat ini saya belum mencapai target yang diinginkan. Dulu saya berpendapat bahwa melanjutkan pendidikan adalah hal yang sangat penting dan harus segera dilakukan sebelum saya menikah dan punya anak. Ntah lah darimana saya mendapatkan pemahaman seperti itu, tapi ini adalah hal yang keliru karena pendidikan tinggi itu tidak mengenal batas usia dan status. Semuanya bisa dilakukan dengan management waktu yang baik dan pasangan yang supportive. 

Sampai saat ini mimpi untuk melanjutkan pendidikan baik dalam negeri maupun di luar negeri belum tercapai, saya masih memilih untuk bekerja terlebih dahulu hingga menemukan ilmu apa yang perlu saya perdalami hingga saat lulus nanti bisa memberikan kontribusi terbaik. Jangan sampai kuliah hanya menjalani rutinitas saja tanpa mengetahui tujuan dari kuliah itu sendiri. Lamanya bekerja bukan berarti tidak adanya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Bekerja bukan akhir dari suatu pendidikan. Di negara maju, pendidikan tinggi tidak mengenal batas usia. Mereka bahkan mengambil gelar master ketika memang sudah benar-benar membutuhkan untuk upgrade ilmu tersebut. Dan setelah saya mulai menyerap banyak informasi menyadari bahwa ilmu itu sangat luas, tidak serta merta pada pendidikan formal atau kampus saja. Saat ini banyak sekali platform online tempat belajar yang bisa kita langsung dapatkan informasi di google.

Bagi saya pribadi, pendidikan merupakan prioritas penting, entah memilih pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. Karena zaman berkembang sangat cepat. Kalau kita tidak mau upgrade diri dengan mencari ilmu, maka bisa jadi kita akan tertinggal dan tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang kompleks.

Married & Relationship

Kapan menikah? Mana Calonnya? Jangan terlalu pilih-pilih nanti ga nikah-nikah? Jangan terlalu bersinar nanti ga ada yang berani berproses. Untuk para singelillah, pasti pernah mendapatkan salahsatu pertanyaan tersebut, yang seringkali membuat galau. Apalagi dengan umur yang semakin bertambah dan tanda-tanda jodoh belum datang, atau ta'aruf yang gagal karena tidak adanya kecocokan atau satu hal lainnya yang merupakan diluar kuasa kita sebagai manusia. Saya pribadi saat ini masih single dan beberapa nasihat yang sering saya dengar atau baca mengenai nasihat dalam menemukan jodoh:

Jodoh adalah salahsatu ketetapan Allah dimana hanya Allah yang akan mengetahui kita berjodoh dengan siapa dan kapan akan menikah. Hal yang dapat dilakukan adalah memantaskan diri. Jangan mau menurunkan standar hanya karena ingin diterima oleh orang lain. Kalau merasa tidak cocok, berarti dia adalah bukan orang yang tepat. Atau sebaliknya, ketika ditolak karena dinilai kemampuan kita kurang atau karena fisik yang tidak memenuhi apa yang menjadi standar kecantikan di masyarakat, maka ini adalah salah satu sinyal bahwa kita harus bergerak, belajar bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik lagi, lebih bersinar dengan prestasi, belajar menerima diri, belajar ilmu bagaimana menjadi seorang istri dan ibu yang baik, hingga suatu saat orang yang memiliki kita bisa merasa beruntung dan bangga kita bisa menjadi bagian darinya. Dan orang-orang yang bersatu itu adalah orang -orang yang berada pada frekuensi yang sama, ketika kita mengharapkan kualitas tertentu pada jodoh kita, maka bawalah kualitas tersebut pada diri kita.

Bagi yang sudah menikah, sebagian dari mereka bercerita bahwa kekhawatiran setelah menikah itu semakin bertambah. Ternyata persoalan mengenai QLC pada married and relationship itu tidak selesai sampai menemukan pasangan dan menikah, bahkan krisis yang paling menantang itu bisa jadi terjadi setelah pernikahan itu sendiri karena bertambah banyaknya tanggung jawab yang harus dipikul oleh seseorang. Semakin banyak ladang pahala yang bisa diraih maka akan semakin banyak godaan dan tantangannya. Bahkan bagi para muslimah sendiri ini menjadi tantangan tersendiri ketika memutuskan untuk mengambil peran menjadi Ibu Rumah Tangga dengan berkarir di dalam rumah atau memutuskan menjadi muslimah multiperan (bekerja diluar rumah). Mungkin ini bukan ranah saya untuk menjabarkan lebih jauh, namun saya yakin bahwa keputusan yang diambil oleh suatu keluarga adalah keputusan terbaiknya. Antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya tidak bisa disamakan.


=====================================

Sekian tulisan yang saya ingin bagikan, semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan bagi yang membaca. InsyaAllah minggu depan ingin melanjutkan sharing bagaimana cara menghadapi QLC ini. Please drop comment dan nasihat untuk yang sedang menghadapi QLC. Jazakillah sudah mampir :)

Nuryanti Dewi Jayanti
Hi, welcome to my blog! I'm Nur, this is my personal blog about lifestyle. I hope you enjoy to read my post :)

Related Posts

10 comments

  1. Yeaayy ditunggi lanjutan tulisannya ya mbaaaa😍😍😍

    ReplyDelete
  2. aku pun pernah ngalamin permasalahan ini. di tunggu lanjutan ya mba. seru pembahasannya. ngena banget.

    ReplyDelete
  3. Entry yang sangat berbobot mba. Sebagai bagian dari pengalaman pribadi, QLC juga sempat saya alami. Namun setelah saya pikir-pikir lagi ternyata krisis kejiwaan semacam ini tidak hanya terjadi saat umur 20-an. Banyak orang di usia 30-an bahkan usia senja juga ada yang mengalami seperti itu. Jadi menurut saya, krisis semacam itu bisa terjadi di usia berapapun tergantung kondisi psikologis setiap orang.

    ReplyDelete
  4. Banyak mendekatkan diri kepada Allah is must, Memperluas komunitas positif, aktif diorganisasi dan semisal InsyaAllah bisa melewati qlc dgn indah, nice sharing mb💞

    ReplyDelete
  5. Kuncinya mendekatkan diri kepada Allah dan menjalankan perintah dan jauhi laranganNya, insya Allah tidak mengalami QLC ya mba

    ReplyDelete
  6. Iya tantangan banget mba kalau liat update sosmed temen2 yang lain. Kadang minder gitu. Tapi selalu mencoba bersyukur apapun keadaan saat ini 😊

    ReplyDelete
  7. Ternyata kita punya kekhawatiran yang sama mba. Tentang finansial dan jodoh 😄

    ReplyDelete
  8. Penasaran sama sharing selanjutnya, ditunggu yaa. Jazaakillahu khairan.

    ReplyDelete
  9. Thanks for sharing 💞 tetap semangaat ❤️

    ReplyDelete

Post a Comment